Patung Lilin - Bagian 3

doc. faizqonitah.blogspot.co.id

oleh. Raddy Ibnu Jihad

Apa yang akan dilakukan oleh kakek tua itu? Dia membawa peralatan seperti tukang bangunan saja. Palu besar dan linggis ulir. Degupan jantungku semakin tak beraturan. Kuberanikan mengintip lagi ke arah kakek tua itu. Hilang? Dia tidak ada di sana? Ke mana kakek tua itu pergi? Bajuku seketika basah kuyup. Padahal udara dingin. Evan masih lelap mendengkur. Apa yang harus kulakukan?

“Evan! Bangun! Evan! Bangun Evan!” seruku membangunkan paksa Evan yang tertidur sangat pulas dengan menggoyang-goyangkan tubuhnya keras. “Dasar anak ini nyenyak sekali tidurnya!” ucapku jengkel sambil mendudukkan paksa Evan.

“Ada apa ya nak?” kata kakek tua itu.

Suara serak kakek tua itu berasal dari arah belakangku yang belum berhasil membangunkan Evan. Berarti kakek tua itu sudah berdiri di depan pintu kamar kami. Nafasku ngos-ngosan seperti orang sedang melarikan diri karena ketakutan.

“Hmm, tidak apa-apa kok, Kek,” jawabku kaku dengan mengulum bibirku dan pandanganku tidak fokus.

“Iya nih, kenapa Rio? Gangguin orang tidur saja,” sahut Evan dengan mengerjapkan matanya beberapa kali dan bibirnya dimonyongkan ke depan.

“Ya sudah, kalau begitu silakan istirahat kembali. Kakek baru saja membetulkan dinding yang berlubang dan menggantinya dengan papan baru,” jelas kakek menjawab langsung penasaranku.

“Hehe, iya kek,” ucapku sambil mengangguk dan meringis.
Kakek tua tersebut menutup pintu kamar dan terdengar berjalan meninggalkan kami. Benarkah apa yang dikatakan kakek tadi? Sepertinya rasa takutku hilang. Aku justru semakin penasaran. Kupastikan Evan sudah kembali tidur dengan pulas dan mengorok. Kukenakan jaket tebalku dan mengambil senter. Pelan-pelan kubuka pintu kamar dan kuedarkan pandangku dengan sangat hati-hati.

Aku berhasil sampai di depan ruangan yang penuh dengan patung lilin. Bergegas masuk setelah kupastikan aman. Segera kucari patung lilin keempat temanku, yakni Alvin, Rico, Firman, dan Ryan.  Hah! Tidak ada!? Ke mana patung lilin yang mirip mereka? Aku berputar-putar mengelilingi ruangan dan tidak menemukannya.

Terdengar suara langkah kaki mendekati ruangan patung lilin. Oh, tidak. Aku harus sembunyi di mana? Suara langkah kaki itu semakin dekat. Di seberang patung petani membawa cangkul ada sebuah meja dari kayu. Sepertinya tempat untuk membentuk bagian-bagian patung lilin juga. Tepat suara langkah kaki tersebut sampai di depan pintu, kusembunyikan tubuhku di bawah meja kayu sekalipun dengan sedikit berguling-guling di lantai.

Seseorang membawa kapak di tangan kanannya dan mengenakan syal kain di lehernya. Berdiri tegak. Itu jelas bukan kakek tua, tapi seorang pemuda. Wajahnya agak gelap tak jelas terlihat, karena remang-remang cahaya dalam ruangan ini.

Pranggggg!

Terdengar suara kaca jendela pecah mengagetkanku, begitu pula orang tersebut langsung menoleh ke samping jendela. Sepertinya terjadi sesuatu. Dia pun berlari ke arah suara, sedangkan aku bergegas keluar dari bawah meja dan berdiri di balik tembok ruangan lilin yang dekat dengan pintu.  

Terlihat orang itu berdiri menghadap samping di depan jendela kayu yang kacanya pecah. Sepertinya terkena lemparan batu atau sejenisnya. Siapa orang itu? Melengkapi sudah rasa penasaranku. Tiba-tiba cahaya kilat begitu terang seperti blitz foto di tengah kegelapan, sekejap saja membuat sekeliling menjadi terang. Walaupun sangat sebentar saja seperti kedipan mata. Aku melihat wajah orang itu. Evan?!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terus Belajar

Open Pre Order Buku Antologi Ketiga

MENERJEMAHKAN BAHASA AKAL DAN HATI