Patung Lilin - Bagian 2
doc. HTN Alat Pertanian
oleh. Raddy Ibnu Jihad
|
Sejak awal melihat rumah ini, aku sudah
menduga ada sesuatu yang mencurigakan. Apalagi kakek tua yang mempersilakan
kita masuk. Antara takut dan penasaran aku berniat kembali ke ruang tamu
mencari Evan. Benar sekali. Akar masalahnya adalah Evan. Gara-gara suara
misterius tersebut, akhirnya kita semua terdampar di rumah kakek horor itu.
“Maaf nak, kami sudah menunggumu dari
tadi?” kata kakek tua yang mengenakan setelan kemeja panjang dan celana
berwarna hitam dengan suara serak.
“Iya kek,” jawabku.
Kakek itu mengagetkanku lagi. Kemudian
kuikuti saja langkahnya menuju ruang tamu. Ada Evan dengan santainya menyeruput
teh panas dan makan biskuit. Padahal kita sedang tersesat. Entah apa yang ada
dalam pikirannya? Tapi sebenarnya aku masih penasaran dengan ruangan penuh
patung lilin tadi? Apakah kakek tua itu yang membuatnya? Apakah semua itu
benar-benar patung lilin manusia?
“Silakan dinikmati teh panas dan makanannya,
nak,” kata kakek membuyarkan pikiranku yang sedang serius berkelana penasaran.
Suara derasnya hujan dan gemuruh angin
sepertinya masih belum berakhir. Terlihat dari jendela kayu yang ada di ruang
tamu.
“Rio, sepertinya kita harus menginap di
sini?” tanya Evan pelan.
“Gila kamu! Nggak ah, serem begini
rumahnya. Kalau terjadi sesuatu bagaimana?” jawabku tegas, namun lirih. Aku
takut suaraku terdengar oleh si kakek.
“Terus? Kita mau keluar di tengah
derasnya hujan?” sahut Evan jengkel. Alisnya mengkerut dan bibirnya bersungut.
“Ya, kita berteduh saja di sini. Tapi
jangan tidur. Nanti kalau sudah reda kita keluar,” jelasku mantap.
“Kamu lebih gila! Iya kalau setelah ini
reda? Bagaimana kalau tengah malam baru reda! Pikir dong!” kata Evan dengan
serius. Kedua alisnya semakin mengkerut dan menatapku tajam.
Kakek menyiapkan sebuah kamar. Sebuah
tempat tidur tua. Seprei yang entah berwarna tak jelas. Debu berhamburan setiap
kali menyentuh apapun di kamar tersebut. Keluarga besar laba-laba membangun
istananya di atas atap dan sekeliling ruangan. Lampu kamar yang remang-remang.
Lengkap sudah.
Ternyata mataku tak juga mau terpejam.
Kulirik jam tanganku menunjukkan pukul dua belas lebih tiga menit. Sebenarnya
suara dengkuran Evan cukup mengganggu, namun bukan itu yang ada dalam pikiranku
saat ini.
Terlihat sebuah bayangan terpantul pada
pintu kayu kamar kami yang setengah terbuka. Seseorang berjalan sambil membawa
sesuatu di kedua tangannya. Aku bangun dari tempat tidur dan berdiri di balik
dinding dekat pintu. Sedikit mengintip siapa orang itu dan apa yang akan
dilakukannya.
“Hah
kakek tua itu!?” Kataku spontan. Entah terdengar atau tidak yang pasti
jantungku berdegup kencang. Kakek itu membawa palu besar dan linggis ulir
panjang menuju ruangan berisi patung lilin tersebut.
#fiksimini # misteri #menulisharian #inspiratif #kreatif
Komentar
Posting Komentar