Tsamarat Taqwa (Buah dari Taqwa) - Part 1
Oleh. Raddy Ibnu Jihad
Allah sangat mencintai hamba-Nya yang hendak
istiqomah dalam berbuat kebaikan. Apalagi amal yang dilakukan memiliki
konsekuensi tauhid yang tinggi. Sebuah penghambaan yang benar-benar tulus dari
nurani. Berikutlah perwujudan iman yang baik. Meletakkan jiwa dan raga atas
kehendak-Nya. Implementasi yang dimaksud adalah taqwa.
Menjembatani kisah kasih pecinta yang haq dan
pelerai yang bathil merupakan sebuah hal yang tak mudah untuk dilakukan. Namun,
dibalik itu semua melahirkan keanggunan dalam ritual pengabdian hamba. Dengan
demikian tumbuhlah buah dari amaliah taqwa tersebut.
Konsistensi dalam beribadah itulah yang akhirnya
melahirkan kesejukkan dalam menghadap-Nya. Berikut beberapa hal yang insya
Allah akan mampu menumbuhkan buah dari ketaqwaan kita kepada Yang Maha Merajai
diri kita.
- Memperbanyak Taat mengurangi Maksiat
Sebuah
figura seorang mukmin yang mengerti akan esensi penghambaan adalah lebih merasa
dalam kedekatan kepada yang Maha Haq. Namun bukan perkara mudah untuk menuju
kesana. Benar sekali. Firman Allah dalam Al-qur’an menjelaskan dengan begitu
anggun tentang keindahan dari sebuah amalan taat dan banyak mengurangi maksiat.
Dan sesungguhnya di antara kami ada
orang-orang yang taat dan ada (pula) orang-orang yang menyimpang dari
kebenaran. Barangsiapa yang yang taat, maka mereka itu benar-benar telah
memilih jalan yang lurus.(QS. Al-Jin (72): 14)
Ta'at dan mengucapkan perkataan yang
baik (adalah lebih baik bagi mereka). Apabila telah tetap perintah perang
(mereka tidak menyukainya). Tetapi jikalau mereka benar (imannya) terhadap
Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.(QS.
Muhammad (47): 21)
Maha
benar Allah atas segala firman-Nya. Implementasi taat yang sungguh akan
melahirkan rasa takut yang berlebih dalam menunaikan maksiat. Allahu Shomad.
Dialah tempat bergantung atas segala keluh dan kesah. Mengapa tak jua kita
mendekat.
- Memperbanyak Syukur Mengurangi Kufur
Tak
mudah mengakui rasa terima kasih kita atas pemberian dari seseorang. Kalaupun
terucap kata “terima kasih” dari lisan, kadang hanya sebuah adab untuk
melisensi kebaikan. Entah mengapa kita begitu angkuh untuk sekedar mengucapkan
terima kasih bahkan tersenyum untuk membahagiakan perasaan orang yang telah
memberi kita sesuatu pun berat rasanya. Lalu, bagaimana dengan pemberian Sang
Pencipta?
Sungguh
tak lain tak bukan yang janjinya selalu benar adanya. Ancamannya tak terlepas
jikalau hamba yang bersalah bersujud memohon maaf atas segala kesalahan.
Apalagi yang membuat kita masih berat untuk sekedar berterima kasih kepada-Nya.
Dia berjanji bahwa nikmat yang diberikan-Nya akan selalu ditambah bahkan
dilipat gandakan. Hanya satu syarat yang diminta yakni rasa syukur kita
terhadap-Nya. Sudahkah kita melakukannya?
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu
memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih."(QS. Ibrahim (14): 7)
Cantik
sekali kalam yang disampaikan-Nya. taka da lagi tempat terbaik yang layak kita
mintai pertolongan jika bukan diri-Nya. Dengan memperbanyak rasa syukur kita
sungguh Dia akan terus menambah nikmat-Nya kepada kita, namun ingat jika kita
ingkar azab-Nya begitu pedih.
- Memperbanyak Dzikir Mengurangi Kelalaian
Kesenangan
yang melimpah seringkali melalaikan insan untuk ingat kepada Yang Maha Hidup.
Kesalahan fatal saat mendapat banyak kemudahan dalam aktivitas kita, namun
melambungkan kepongahan yang tak berarah. Sungguh tak layak diri kecil ini
bersikap selayaknya maharaja diraja.
Dzikrullah
(Mengingat atas kuasa Allah) akan melahirkan sikap penghambaan yang benar
merendah dibawah kuasa-Nya. Bukan menjadi tak berarti, namun Allah mengangkat
derajat kita menjadi mulia karena pengakuan akan ke-Maha Besaran-Nya.
Maka apabila kamu telah menyelesaikan
shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu
berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu
(sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan
waktunya atas orang-orang yang beriman. (QS. An-Nisa’ (4): 103)
Sesungguhnya orang-orang yang beriman
ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati
mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka
(karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.(QS. Al-Anfaal (8):
2)
Disitulah
letak keimanan seorang mukmin. Jiwa yang selalu merasa berada dalam pengawasan
Allah menjadikan mukmin tak nekat berbuat keburukan. Seperti halnya hidden
camera yang selalu ada di setiap sudut perjalanan kita akan membuat seseorang
selalu mawas diri. Dengan memperbanyak ingat kepada-Nya akan mengurangi
kelalaian terhadap-Nya.
Semoga
bermanfaat dan insya Allah akan berlanjut pembahasan ini pada pertemuan
berikutnya…!
Dan sesungguhnya di antara kami ada
orang-orang yang taat dan ada (pula) orang-orang yang menyimpang dari
kebenaran. Barangsiapa yang yang taat, maka mereka itu benar-benar telah
memilih jalan yang lurus.(QS. Al-Jin (72): 14)
Komentar
Posting Komentar