Pemuda Kahfi di Era Modern
Oleh. Raddy Ibnu Jihad*
Di
mana dicari pemuda kahfi
Terasing
demi kebenaran hakiki
Di
mana pasukan badar berani
Menoreh
nama mulia perkasa abadi
Penggalan bait salah satu lagu nasyid
haroki di atas menyiratkan tentang eksistensi sosok pemuda yang rela
mengasingkan dirinya demi mencari, serta meraih kebenaran hakiki. Sebuah
legalitas kebenaran yang bukan bersumber dari manusia melainkan dari yang Maha
Haq, yaitu Allah swt. Menjaga keimanan dalam preposisi zaman yang terus bergolak.
Melahirkan kemuliaan di tengah samudra kedengkian. Memancarkan cahaya
kesejukkan di antara debu kotor menyelimuti. Menghadirkan kelembutan makna
cinta ke-ilahi-an dalam rundung berbagai ancaman.
Allah azza wa jalla mengabadikan
sepak terjang pemuda kahfi dalam satu surat khusus. Tidak lain supaya menjadi
sebuah nasihat untuk setiap generasi ghuroba yang lahir.
Apakah
kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim
itu, mereka termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami yang mengherankan?
(TQS.
Al-Kahfi : 9)
Dalam Jejak Sejarah
Sekelompok pemuda yang beriman tersebut
bukan bermaksud melarikan diri dari kenyataan zaman yang tak menerima keadaan
mereka. Melainkan justru menjaga iman dari terpaan kezaliman masyarakat saat
itu, serta terus meningkatkan kualitas keimanannya.
Dalam penelitian sejarah kisah Ashabul
Kahfi tersebut terjadi pada zaman pemerintahan seorang Raja Romawi bernama
Dikyanus (Decius), yang berkuasa atas kota Tarasus. Sebuah daerah di
sekitar Aphsos (Efesus) yang disinyalir tempat tinggal Ashabul Kahfi
pada 249-251 M. Seorang raja lalim yang mengancam siapa saja tak sejalan
dengannya. Itulah yang kemudian membuat para Ashabul Kahfi tersebut
mengasingkan diri. Akhirnya Dikyanus pun lengser dan setelah Ashabul Kahfi
terbangun dari tidurnya selama 309 tahun Hijriyah atau 300 tahun Masehi dengan
penguasa selanjutnya yakni raja Theodosius II yang berkuasa sekitar 421 M.
Ketika berlindung dalam gua tersebut mereka
tak hanya berdiam diri, namun lantunan doa terus berekstase menyelimuti tubuh.
Ingatlah)
tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka
berdoa: "Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan
sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)."
(TQS. Al-Kahfi : 10)
Perkaranya adalah masih adakah sosok
atau bahkan sekelompok pemuda demikian di zaman penuh abu-abu sekarang ini.
Sosok pemuda yang tetap menjaga pondasi iman di tengah badai negative
culture yang menyemarak.
Solusi
Emas Dalam Timbunan Pasir
Saat ini kita sedang mencari jalan
keluar yang memegang jutaan resiko. Ibaratnya mencoba solusi emas yang
diselimuti timbunan pasir, debu, serta jutaan kotoran. Bukan berarti tidak
mungkin, melainkan sebuah ujian untuk kembalinya kibaran izzah islam di
atas muka bumi ini.
Tak pelak lagi, bermunculan
semangat-semangat muda yang mencoba meraih pesona zaman. Biarpun langkah
tertatih limbung nan terseok, namun azzam kecintaan pada kebenaran terus
menyeruak mendendang keberanian. Membentuk pasukan sigap bergerak untuk
menuntaskan lumpur yang menodai kesucian tiap generasi.
Perlu diingat bahwa perkara kehidupan
manusia telah termaktub benar dan selaras dalam Al-Qur’an. Tak ada satu pun
yang menjegal atau tak sejalan. Oleh karenanya para pemuda kahfi di era modern
mencoba menghadirkan keindahan sajian kitabullah melalui musikalitas zamannya.
Bukan mengubah kandungannya, melainkan mentransisikan dalam sajian yang tidak
aneh dalam kehidupan kekinian.
Pemuda kahfi di era modern tak pernah
berjalan sendirian, mereka juga terus membangun benteng kekuatan untuk sedikit
demi sedikit merobohkan tirani. Selayaknya yang diajarkan oleh rasulullah
Muhammad saw, barisan jama’ah yang tertata rapi jauh lebih kuat untuk melawan,
daripada bergerak individu.
Menjembatani
Urgensi Amar Makruf Nahi Munkar

Pemuda kahfi di era modern pun tak urung
juga harus berjuang menjembati hal tersebut. Jika bukan penguasa, maka menjadi
sosok yang menjembatani amar makruf nahi munkar tersebut. Tak ada gading
yang tak retak. Tak akan pernah ada hal mustahil terjadi di muka bumi ini
selama ikhwal iman tetap tertambat pada Dzat yang Maha menggenggam segala
keputusan.
Sekali lagi, untukmu para pemuda kahfi
terus mensinergikan zaman ke arah kemuliaan. Membangun pasukan Allah yang
mencintai kebenaran. Menghalau duri dan runcingnya kebengisan zaman.
*Penulis
merupakan dewan redaksi majalah Al-Hikam
Artikel ini telah diterbitkan oleh Majalah Al-Hikam
KAMMI Komisariat IAIN Walisongo Semarang tahun 2012
Referensi:
Ø Syaamil Al-Qur’an : The Miracle Al-Quran
Ø Dr.
Rif’at Fauzi Abdul Mutholib, Manusia Membutuhkan Islam, Jakarta, Pustaka
Tarbiatuna, 2001.
Ø Dr.
Salman Al-Audah, Jihad : Jalan Khas Kelompok yang Dijanjikan, Solo,
Jazera, 2007.
Ø Husein
bin Muhsin bin Ali Jabir, MA, Membentuk Jama’atul Muslimin, Jakarta,
Gema Insani Press.
Komentar
Posting Komentar