Ada Rasa yang Tersembunyi

Oleh. Raddy Ibnu Jihad*


“Saya tidak mau tahu, pokoknya harus tersedia...!!!”
“Apapun yang terjadi, semua harus selesai sekarang...!!!”

Sebuah kalimat sederhana tapi memiliki kekuatan luar biasa. Seringkali kita sebagai manusia melupakan hal penting. Perasaan yang dimiliki setiap manusia lainnya. Mengapa demikian? Hal tersebut pada dasarnya pun kembali pada pribadi masing-masing.


Hasil gambar untuk bunga mawar orange

Memang benar adanya profesional kerja yang dilakukan melandasi langkah kita berbuat, bertindak, maupun dalam berbicara sesuatu. Akhirnya implementasi nyata yang bisa ditangkap adalah cerminan dari kepribadian yang terbentuk karena profesional kerja itu. Entah kebenaran itu adalah sebuah kebenaran, atau sebaliknya hanya sebuah pembenaran.

Perbedaan profesi dan posisi seorang insan bisa menjadi cermin besar yang perlu diperhatikan. Sebuah contoh tersirat di sebuah sekolah. Ada Kepala sekolah, Karyawan Tata Usaha, Cleaning Servis, Security, Pustakawan, Guru Kelas, Guru Olahraga, Guru Agama, Guru Mapel, Penjual Kantin, dan sebagainya. Nampak sesuatu mencolok untuk diamati. Secara visual orang awam ditanya tentang siapa paling tinggi derajat sosialnya, maka mereka pun bisa menjawabnya. Begitu juga sebaliknya ketika ditanya siapa paling rendah derajat sosialnya, maka orang juga tahu jawabannya.

Secara sosial pertanyaan yang diajukan tadi bisa dibenarkan. Bagaimana jika pertanyaan tersebut diganti dengan siapa paling mencintai Allah dan Rasul-Nya? Bisa jadi akan ada sesuatu yang besar menohok ulu hati perasaan kita. Adakah yang bisa menjawabnya. Diam. Merenung. Menelisik lebih dalam kepribadian masing-masing.

Tentu saja akhlak dan moralitas tak selalu berbanding lurus dengan status sosial. Namun, kenapa masih saja orang membusungkan dada hanya karena secara struktural lebih berkilau. Bukan menghakimi secara membabi buta, melainkan mari mempelajari diri sendiri lebih terbuka.

Seorang pemimpin selalu berharap yang terbaik di masa kepemimpinannya. Meninggalkan jejak emas dalam tinta sejarah kepemimpinannya. Akhirnya memaksimalkan segala bentuk potensi staffnya untuk mengimplementasikan grand desain yang telah dibuat. Muncul pertanyaan baru. Benarkah segala potensi staffnya yang sedang diberdayakan atau sekedar memaksimalkan kinerja dan loyalitasnya saja hanya untuk mendapatkan prestasi kongkrit dalam mencapai tujuannya sebagai pemimpin. Diam. Merenung. Menelisik lebih dalam kepribadian masing-masing.

Masihkah pemimpin tersebut mendengarkan suara bawahannya tentang visi yang ingin diwujudkan. Adakah langkah yang perlu dikoreksi. Bisa jadi kita malu bahkan gengsi untuk meminta saran, karena kita adalah pemimpin. Orang yang nomer satu. Orang lain di bawah kita hanya perlu mendengar dan mentaati.

Ada rasa yang tersembunyi. Ada doa yang terlantun di setiap bibir. Sebuah bangunan tak mungkin nampak indah tanpa kerja para kuli bangunan yang bekerja sepanjang hari. Kamar mandi serta toilet selalu bersih dipagi hari adalah sentuhan tangan Cleaning Servis. Banyak hal-hal kecil disekitar, bisa menjadi peluruh ego besar dan dinding kesombongan yang makin tinggi.

Partner kerja adalah saudara seperjuangan. Siapapun mereka, bagaimanapun keadaannya adalah rekan yang melahirkan keselarasan. Langkah indah untuk mencapai tujuan terbaik. Mengharapkan hasil terhebat adalah impian, namun saling mengerti keadaan sang partner jauh lebih spektakuler. Memberdayakan dengan memanfaatkan itu beda kasus. Kadang kala sikap dan tutur kata manis kita kepada partner berbalik arah menjadi tebasan atau irisan pedang yang menyayat. Wahai gerangan siapakah kita berani melakukan hal demikian? Diam. Merenung. Menelisik lebih dalam kepribadian masing-masing.

Kemampuan serta kekuatan adalah anugrah yang diberikan-Nya kepada kita. Bukan untuk mengeksplorasi secara besar-besaran, melainkan untuk melahirkan kasih sayang dan keeratan ukhuwah. Singkronisasi itu akan terwujud ketika dua rasa atau lebih berada dalam harmoni dan frekuensi yang tepat. Bukan terlalu tinggi akhirnya fals, atau terlalu rendah akhirnya out of tune. Tepat. Tidak kurang tidak lebih. Ini mudah diucapkan namun sulit untuk dilakukan, tetapi bisa diusahakan.

Tak ada lagi saling mendominasi. Hanya ada komunikasi efektif yang aktif. Tak ada lagi saling menyalahkan. Hanya ada koreksi diri saling mengerti. Tak ada lagi saling meng-aku-i diri. Hanya ada simpatik membuat menarik. Menggali potensi. Menemukan kemampuan tersembunyi. Ada rasa yang tersembunyi.

Setiap insan adalah sama. Secara biologis manusia lahir telanjang tanpa sehelai kain yang menutupi. Masihkah menjadikan posisi kita sebagai perisai untuk melindungi diri serta menjadi pedang untuk merendahkan orang lain. Diam. Merenung. Menelisik lebih dalam kepribadian masing-masing.

Tak ada kesempurnaan yang terikat pada jiwa manusia. Hanya senandung syukur dan muhasabah diri untuk menjelajah kekurangan diri yang sering lalai dalam mengingat akhir kehidupan. Ada rasa yang tersembunyi. Suara lirih meminta untuk didengarkan. Meminta untuk diperhatikan. Meminta untuk dipahami. Itulah insan. Itulah manusia. Itulah makhluk-Nya yang memiliki hak untuk saling memahami.

Semarang, 12 Maret 2015
Sebuah renungan kecil di tengah hiruk pikuk

*Penulis merupakan pegiat FLP Semarang
General Manager Cahaya Music Creativa Groups (CMC Groups)
Guru Jurnalistik SDIT Harapan Bunda
Facebook : Raddy Ibnu Jihad
Twitter : @raddyibnujihad

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terus Belajar

Open Pre Order Buku Antologi Ketiga

MENERJEMAHKAN BAHASA AKAL DAN HATI